Friday, August 22, 2008

HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)


Pertanyaan

Al-Qur'anul Karim dan Hadits Syarif menyebutkan pengharaman
khamar, tetapi tidak menyebutkan keharaman bermacam-macam
benda padat yang memabukkan, seperti ganja dan heroin. Maka
bagaimanakah hukum syara' terhadap penggunaan benda-benda
tersebut, sementara sebagian kaum muslim tetap
mempergunakannya dengan alasan bahwa agama tidak
mengharamkannya?

Jawaban

Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:

Ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair
yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotik) adalah
termasuk benda-benda yang diharamkan syara' tanpa
diperselisihkan lagi di antara ulama.

Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:

1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang
dikemukakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:

"Khamar ialah segala sesuatu yang menutup akal."1

Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal
dari tabiatnya yang dapat membedakan antar sesuatu dan
mampu menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan
mempengaruhi akal dalam menghukumi atau menetapkan
sesuatu, sehingga terjadi kekacauan dan ketidaktentuan,
yang jauh dipandang dekat dan yang dekat dipandang jauh.
Karena itu sering kali terjadi kecelakaan lalu lintas
sebagai akibat dari pengaruh benda-benda memabukkan itu.

2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk
dalam kategori khamar atau "memabukkan," maka ia tetap
haram dari segi "melemahkan" (menjadikan loyo). Imam Abu
Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah.

"Bahwa Nabi saw. melarang segala sesuatu yang
memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)."2

Al-mufattir ialah sesuatu yang menjadikan tubuh loyo tidak
bertenaga. Larangan dalam hadits ini adalah untuk
mengharamkan, karena itulah hukum asal bagi suatu larangan,
selain itu juga disebabkan dirangkaikannya antara yang
memabukkan --yang sudah disepakati haramnya-- dengan mufattir.

3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam
kategori memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam
jenis khabaits (sesuatu yang buruk) dan membahayakan,
sedangkan diantara ketetapan syara': bahwa lslam mengharamkan
memakan sesuatu yang buruk dan membahayakan, sebagaimana
flrman Allah dalam menyifati Rasul-Nya a.s. di dalam
kitab-kitab Ahli Kitab:

"... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ..."(al-A'raf:
157)

Dan Rasulullah saw. bersabda:

"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain."3

Segala sesuatu yang membahayakan manusia adalah haram:

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (an-Nisa': 29)

"... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam
kebinasaan ..." (al-Baqarah: 195)

Dalil lainnya mengenai persoalan itu ialah bahwa seluruh
pemerintahan (negara) memerangi narkotik dan menjatuhkan
hukuman yang sangat berat kepada yang mengusahakan dan
mengedarkannya. Sehingga pemerintahan suatu negara yang
memperbolehkan khamar dan minuman keras lainnya sekalipun,
tetap memberikan hukuman berat kepada siapa saja yang terlibat
narkotik. Bahkan sebagian negara menjatuhkan hukuman mati
kepada pedagang dan pengedarnya. Hukuman ini memang tepat dan
benar, karena pada hakikatnya para pengedar itu membunuh
bangsa-bangsa demi mengeruk kekayaan. Oleh karena itu, mereka
lebih layak mendapatkan hukuman qishash dibandingkan orangyang
membunuh seorang atau dua orang manusia.

Syekhul lslam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya
mengenai apa yang wajib diberlakukan terhadap orang yang
mengisap ganja dan orang yang mendakwakan bahwa semua itu
jaiz, halal, dan mubah?

Beliau menjawab:

"Memakan (mengisap) ganja yang keras ini terhukum haram, ia
termasuk seburuk-buruk benda kotor yang diharamkan. Sama saja
hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi mengisap dalam jumlah
banyak dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum
muslim. Sedangkan orang yang menganggap bahwa ganja halal,
maka dia terhukum kafir dan diminta agar bertobat. Jika ia
bertobat maka selesailah urusannya, tetapi jika tidak mau
bertobat maka dia harus dibunuh sebagai orang kafir murtad,
yang tidak perlu dimandikan jenazahnya, tidak perlu dishalati,
dan tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslim. Hukum orang
yang murtad itu lebih buruk daripada orang Yahudi dan Nasrani,
baik ia beriktikad bahwa hal itu halal bagi masyarakat umum
maupun hanya untuk orang-orang tertentu yang beranggapan bahwa
ganja merupakan santapan untuk berpikir dan berdzikir serta
dapat membangkitkan kemauan yang beku ke tempat yang
terhormat, dan untuk itulah mereka mempergunakannya."

Sebagian orang salaf pernah ada yang berprasangka bahwa khamar
itu mubah bagi orang-orang tertentu, karena menakwilkan firman
Allah Ta'ala:

"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah
mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman
dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka
tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan ..." (al-Ma'idah 93)

Ketika kasus ini dibawa kepada Umar bin Khattab dan
dimusyawarahkan dengan beberapa orang sahabat, maka sepakatlah
Umar dengan Ali dan para sahabat lainnya bahwa apabila yang
meminum khamar masih mengakui sebagai perbuatan haram, mereka
dijatuhi hukuman dera, tetapi jika mereka terus saja
meminumnya karena menganggapnya halal, maka mereka dijatuhi
hukuman mati. Demikian pula dengan ganja, barangsiapa yang
berkeyakinan bahwa ganja haram tetapi ia mengisapnya, maka ia
dijatuhi hukuman dera dengan cemeti sebanyak delapan puluh
kali atau empat puluh kali, dan ini merupakan hukuman yang
tepat. Sebagian fuqaha memang tidak menetapkan hukuman dera,
karena mereka mengira bahwa ganja dapat menghilangkan akal
tetapi tidak memabukkan, seperti al-banj (Ienis
tumbuh-tumbuhan yang dapat membius) dan sejenisnya yang dapat
menutup akal tetapi tidak memabukkan. Namun demikian, semua
itu adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim. Barangsiapa
mengisapnya dan memabukkan maka ia dijatuhi hukuman dera
seperti meminum khamar, tetapi jika tidak memabukkan maka
pengisapnya dijatuhi hukuman ta'zir yang lebih ringan daripada
hukuman jald (dera). Tetapi orang yang menganggap hal itu
halal, maka dia adalah kafir dan harus dijatuhi hukuman mati.

Yang benar, ganja itu memabukkan seperti minuman keras, karena
pengisapnya menjadi kecanduan terhadapnya dan terus
memperbanyak (mengisapnya banyak-banyak). Berbeda dengan
al-banj dan lainnya yang tidak menjadikan kecanduan dan tidak
digemari. Kaidah syariat menetapkan bahwa barang-barang haram
yang digemari nafsu seperti khamar dan zina, maka pelakunya
dikenai hukum had, sedangkan yang tidak digemari oleh nafsu,
seperti bangkai, maka pelakunya dikenai hukum ta'zir.

Ganja ini termasuk barang haram yang digemari oleh pengisapnya
dan sulit untuk ditinggalkan. Nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah
mengharamkan atas orang yang berusaha memperoleh sesuatu yang
haram sebagaimana terhadap barang lainnya. Dan munculnya
kebiasaan memakan atau mengisap ganja ini di kalangan
masyarakat hampir bersamaan dengan munculnya pasukan Tatar.
Karena ganja ini muncul lantas muncul pula pedang pasukan
Tatar."4

Maksudnya, kemunculan atau kedatangan serbuan pasukan Tatar
sebagai hukuman dari Allah karena telah merajalelanya
kemunkaran di kalangan umat Islam, diantaranya adalah
merajalelanya ganja terkutuk ini.

Di tempat lain beliau (Ibnu Taimiyah) berkata pula:

"Ada juga orang yang mengatakan bahwa ganja hanya mengubah
akal tetapi tidak memabukkan seperti al-banj, padahal
sebenarnya tidak demikian, bahkan ganja itu menimbulkan
kecanduan dan kelezatan serta kebingungan (karena gembira atau
susah), dan inilah yang mendorong seseorang untuk mendapatkan
dan merasakannya. Mengisap ganja sedikit akan mendorong si
pengisap untuk meraih lebih banyak lagi seperti halnya minuman
yang memabukkan, dan orang yang sudah terbiasa mengisap ganja
akan sangat sulit untuk meninggalkannya, bahkan lebih sulit
daripada meninggalkan khamar. Karena itu, bahaya ganja dari
satu segi lebih besar daripada bahaya khamar. Maka para fuqaha
bersepakat bahwa pengisap ganja wajib dijatuhi hukum had
(hukuman yang pasti bentuk dan bilangannya) sebagaimana halnya
khamar.

Adapun orang yang mengatakan bahwa masalah ganja ini tidak
terdapat ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dan hadits, maka
pendapatnya ini hanyalah disebabkan kebodohannya. Sebab di
dalam Al-Qur'an dan hadits terdapat kalimat-kalimat yang
simpel yang merupakan kaidah umum dan ketentuan global, yang
mencakup segala kandungannya. Hal ini disebutkan dalam
Al-Qur'an dan al-hadits dengan istilah 'aam (umum). Sebab
tidak mungkin menyebutkan setiap hal secara khusus (kasus per
kasus)."5

Dengan demikian, nyatalah bagi kita bahwa ganja, opium,
heroin, morfin, dan sebagainya yang termasuk makhaddirat
(narkotik) --khususnya jenis-jenis membahayakan yang sekarang
mereka istilahkan dengan racun putih-- adalah haram dan sangat
haram menurut kesepakatan kaum muslim, termasuk dosa besar
yang membinasakan, pengisapnya wajib dikenakan hukuman, dan
pengedar atau pedagangnya harus dijatuhi hukuman mati, karena
ia memperdagangkan ruh umat untuk memperkaya dirinya sendiri.
Maka orang-orang seperti inilah yang lebih utama untuk
dijatuhi hukuman seperti yang tertera dalam firman Allah:

"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orangyang berakal, supaya kamu bertakwa."
(al-Baqarah: 179)

Adapun hukuman ta'zir menurut para fuqaha muhaqqiq (ahli
membuat keputusan) bisa saja berupa hukuman mati, tergantung
kepada mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.

Selain itu, orang-orang yang menggunakan kekayaan dan
jabatannya untuk membantu orang yang terlibat narkotik ini,
maka mereka termasuk golongan:

"... orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)

Bahkan kenyataannya, kejahatan dan kerusakan mereka melebihi
perampok dan penyamun, karena itu tidak mengherankan jika
mereka dijatuhi hukuman seperti perampok dan penyamun:

"... Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan
yang beraL" (al-Ma'idah: 33)

1 Muttafaq 'alaih secara mauquf sebagai perkataan Umar,
sebagaimana disebutkan dalam al-Lu'lu' wal-Marjan (hadits
nomor 1905), dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, hadits
nomor 3669; dan Nasa'i dalam "Kitab al-Asyrabah."

2 Abu Daud dalam "Kitab al-Asyrabah," nomor 3686.

3 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu
Abbas, dan dirinwayatkan Ibnu Majah sendiri dari Ubadah, dan
para ulama hadits mengesahkannya karena banyak jalannya.

4 Majmu' Fatawa, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, juz 24, hlm.
213-214.

5 Ibid, hlm. 206-207.

-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X

0 comments:

Post a Comment

Advertisement

 

Copyright 2008 All Rights Reserved | Revolution church Blogger Template by techknowl | Original Wordpress theme byBrian Gardner