Sesungguhnya penerapan syari'at bukanlah khusus diberlakukan atas para penguasa saja, meskipun mereka adalah orang yang pertama kali dituntut karena mereka memegang kekuasaan di tangannya, sehingga bisa banyak melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh yang lainnya. Dahulu ulama salaf mengatakan, "Seandainya kita memiliki doa yang dikabulkan maka kita akan berdoa untuk penguasa, karena sesungguhnya Allah memperbaiki makhluknya yang banyak dengan kebaikan penguasa itu."
Ini dilakukan di saat kendali pendidikan, penerangan dan sarana hiburan tidak berada di tangan penguasa seperti sekarang ini.
Selain itu kita katakan bahwa sesungguhnya bagi rakyat ada tanggung jawab untuk melaksanakan syari'at dalam banyak hal yang tidak memerIukan campur tangan pemerintah.
Sesungguhnya kebanyakan dari hukum halal dan haram dan hukum-hukum yang menentukan hubungan individu dengan individu yang lain, seseorang dengan rumah tangganya dan seseorang dengan masyarakatnya telah diabaikan oleh kaum Muslimin. Bahkan mereka menentang perintah Allah dan melanggar ketentuan-Nya, padahal mereka tidak akan memperoleh kebaikan kecuali kalau mereka mau melaksanakan hukum Allah dan beriltizam terhadap perintah dan larangan-Nya dengan kesadaran dari diri mereka sendiri dan perasaan mereka untuk senantiasa muraqabah (merasakan adanya pengawasan) Allah terhadap mereka.
Wajib bagi para da'i, pemikir dan pendidik untuk mencurahkan segenap usaha mereka agar ummat sadar dan mau melaksanakan kewajibannya dalam menjalankan syari'at Allah. Bukan sekedar memusatkan perhatian mereka dalam menuntut pemerintah untuk menerapkan syari'at Islam, yang seakan-akan dengan tuntutan seperti itu berarti mereka telah melaksanakan seluruh kewajiban mereka.(oleh Dr. Yusuf Qardhawi)
Showing posts with label Artikel Islami. Show all posts
Showing posts with label Artikel Islami. Show all posts
Friday, August 22, 2008
Halal dan Haram dalam Islam
1.6 Apa Saja yang Membawa Kepada Haram adalah Haram
SALAH satu prinsip yang telah diakui oleh Islam, ialah: apabila Islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram.
Oleh karena itu, kalau Islam mengharamkan zina misalnya, maka semua pendahuluannya dan apa saja yang dapat membawa kepada perbuatan itu, adalah diharamkan juga. Misalnya, dengan menunjukkan perhiasan, berdua-duaan (free love), bercampur dengan bebas, foto-foto telanjang (cabul), kesopanan yang tidak teratur (immoral), nyanyian-nyanyian yang kegila-gilaan dan lain-lain.
Dari sinilah, maka para ulama ahli fiqih membuat suatu kaidah: Apa saja yang membawa kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram.
Kaidah ini senada dengan apa yang diakui oleh Islam; yaitu bahwa dosa perbuatan haram tidak terbatas pada pribadi si pelakunya itu sendiri secara langsung, tetapi meliputi daerah yang sangat luas sekali, termasuk semua orang yang bersekutu dengan dia baik melalui harta ataupun sikap. Masing-masing mendapat dosa sesuai dengan keterlibatannya itu. Misalnya tentang arak, Rasulullah s.a.w. melaknat kepada yang meminumnya, yang membuat (pemeras), yang membawanya, yang diberinya, yang menjualnya dan seterusnya. Nanti insya Allah akan kami sebutkan.
Begitu juga dalam soal riba, akan dilaknat orang yang memakannya, yang memberikannya, penulisnya dan saksi-saksinya.
Begitulah, maka semua yang dapat membantu kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram juga. Dan semua orang yang membantu kepada orang yang berbuat haram, maka dia akan terlibat dalam dosanya juga. (Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi)
SALAH satu prinsip yang telah diakui oleh Islam, ialah: apabila Islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram.
Oleh karena itu, kalau Islam mengharamkan zina misalnya, maka semua pendahuluannya dan apa saja yang dapat membawa kepada perbuatan itu, adalah diharamkan juga. Misalnya, dengan menunjukkan perhiasan, berdua-duaan (free love), bercampur dengan bebas, foto-foto telanjang (cabul), kesopanan yang tidak teratur (immoral), nyanyian-nyanyian yang kegila-gilaan dan lain-lain.
Dari sinilah, maka para ulama ahli fiqih membuat suatu kaidah: Apa saja yang membawa kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram.
Kaidah ini senada dengan apa yang diakui oleh Islam; yaitu bahwa dosa perbuatan haram tidak terbatas pada pribadi si pelakunya itu sendiri secara langsung, tetapi meliputi daerah yang sangat luas sekali, termasuk semua orang yang bersekutu dengan dia baik melalui harta ataupun sikap. Masing-masing mendapat dosa sesuai dengan keterlibatannya itu. Misalnya tentang arak, Rasulullah s.a.w. melaknat kepada yang meminumnya, yang membuat (pemeras), yang membawanya, yang diberinya, yang menjualnya dan seterusnya. Nanti insya Allah akan kami sebutkan.
Begitu juga dalam soal riba, akan dilaknat orang yang memakannya, yang memberikannya, penulisnya dan saksi-saksinya.
Begitulah, maka semua yang dapat membantu kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram juga. Dan semua orang yang membantu kepada orang yang berbuat haram, maka dia akan terlibat dalam dosanya juga. (Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi)
GAMBARAN TRADISI MASYARAKAT ISLAM
Sesungguhnya tradisi, tata kehidupan dan kebiasaan masyarakat Islam itu ditetapkan oleh Islam untuk ber-khidmah (mengkosentrasikan diri) terhadap aqidah dan ibadahnya, pemikiran dan perasaannya, kemudian akhlaq dan kemuliaannya.
Di antara tata kehidupan masyarakat Islam adalah mereka tidur di awal waktu dan bangun di awal waktu juga. Sehingga orang-orangnya menikmati tidur yang tenang dan nyenyak di malam hari, di mana Allah menjadikan malam itu sebagai pakaian untuk memenuhi kesehatan dan kekuatan mereka yang tidak bisa diperoleh dengan begadang panjang. Setelah itu manusia bisa merasakan nimatnya bangun pada waktu pagi yang penuh berkah dan menghirup udara pagi yang bersih. Perubahan yang indah dan terasa punya nilai khusus ini sangat terkait dengan ibadah shalat fajar (subuh). Mereka bangun di waktu fajar dan melaksanakan shalat itu pada waktunya sebelum matahari terbit.
Dari sinilah menjadi jelas bahwa sesungguhnya tata cara kehidupan masyarakat Islam itu tidak terpisah dengan faktor-faktor yang lainnya.
Sisi lain dari tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah bahwa sesungguhnya tidak diperbolehkan seorang laki-laki menyendiri dengan wanita lain tanpa ada suaminya atau muhrimnya, sebagaimana tidak diperbolehkan bagi wanita bepergian sendiri. tanpa suami atau muhrim. Sesungguhnya wanita Muslimah itu wajib menutup aurat dan memelihara kehormatannya. Maka tidak boleh bagi wanita Muslimah menampakkan perhiasannya kecuali yang kelihatan seperti wajah dan kedua telapak, dan diharamkan baginya untuk tabarruj (berdandan) seperti dandanan jahiliyah. Dilarang menampakkan kedua lengannya, betisnya, lehernya atau rambutnya atau yang lainnya sebagaimana itu dilakukan oleh wanita modern karena taqlid (mengekor) pada peradaban jahiliyah, peradaban barat.
Tata cara pakaian yang Islami seperti ini bukanlah sekedar formalitas yang tanpa makna. Tetapi berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi masing-masing dari laki-laki dan wanita guna menjaga keluhuran akhlaq dalam masyarakat, nilai 'afaf (pemeliharaan diri) dan rasa malu yang itu merupakan keutamaan manusia yang tinggi nilainya. Islam menganggap zina sebagai perbuatan keji dan suatu bentuk tindak kriminalitas yang sangat berbahaya bagi pribadi dan keluarga pelaku, serta masyarakat pada umumnya apabila itu sampai merajalela. Karena akibatnya adalah dominasi syahwat, rusaknya pemuda, menyebarnya pengkhianatan dan menimbulkan keraguan suami istri, tersebarnya penyakit kelamin, banyaknya anak-anak temuan dan anak-anak "haram," bercampur aduknya keturunan, terlepasnya ikatan-ikatan keluarga dan dekadensi moral. Benarlah firman Allah SWT:
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (Al Isra': 32)
Apabila zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan yang buruk maka segala jalan yang menuju ke arah itu harus ditutup. Adab Islam datang memberi upaya preventif dengan melarang tabarruj (berdandan) yang merangsang guna mencegah terjadinya fitnah, baik yang zhahir maupun yang bersifat bathin. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangannya, dan memelihara kemaluannnya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dan padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain jilbab ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka." (An-Nur: 30-31)
Termasuk juga dalam tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah bahwa di antara anak dan orang tua ada ikatan yang abadi dan suci, yang tidak terputus dengan sampainya anak pada usia baligh, atau dengan kemandiriannya di bidang ekonomi, atau dengan pernikahannya. Tidak seperti di kalangan orang-orang Barat, yang apabila anak-anak mereka telah besar (dewasa) dan menikah seakan-akan menjadi asing dari kedua orang tuanya. Hampir-hampir mereka tidak saling mengenal lagi kecuali dalam acara-acara tertentu jika sang anak menyapanya. Bahkan Islam telah memperluas wilayah keluarga hingga hubungan kerabat dari ushul (ke atas) sampai furu' (ke bawah) dan ashabah serta setiap yang termasuk muhrim dari laki-laki dan wanita. Maka kakek, nenek, cucu, paman, bibi dan anak-anak mereka, semuanya itu adalah sanak famili (arham) yang wajib disambung dan kerabat yang wajib diperhatikan serta memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi. Yaitu dengan berziarah, kasih sayang dan berbuat baik sampai pada kewajiban nafkah dan memelihara hubungan dengan baik, Allah SWT berfirman:
"Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."(An-Nisa': l)
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya berhak terhadap sesamannya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Anfal: 75)
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros." (Al Isra': 26)
Di antara tata cara kehidupan masyarakat Islam dan kebiasaannya adalah mereka tidak makan bangkai, darah, daging babi dan binatang yang dikorbankan kepada selain Allah. Mereka juga tidak minum khamr dan minuman-minuman keras dari jenis yang lain, dan tidak menyuguhkan sedikit pun dari minuman itu pada jamuan-jamuannya. Mereka makan dan minum dengan tangan kanan, memulai makan dengan membaca basmallah dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah serta tidak makan atau minum dalam bejana dari emas atau perak.
Termasuk juga dalam adab tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah menyebarkan ucapan salam. Ucapan itu merupakan bentuk penghormatan kaum Muslimin terhadap sesama mereka. Mengucapkannya Sunnah, tetapi menjawabnya fardhu kifayah dan Allah telah memberi kecukupan kepada kaum Muslimin dengan penghormatan itu. Tidak seperti penghormatan jahiliyah dengan cara sujud, membungkuk atau perkataan 'selamat pagi' dan 'selamat sore'. Rasulullah SAW telah menjelaskan kaidah-kaidah penghormatan salam ini sehingga manusia tidak saling bermalasan untuk memulainya ketika mereka bertemu, yakni yang muda menyalami yang tua, yang sedikit menyalami yang banyak dan yang lewat menyalami yang duduk. Allah SWT berfirman:
"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghorrnatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan balasan yang serupa)." (An Nisa': 86)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghunirya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang pun di dalamnya, makajanganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembali sajalah," maka hendaklah kamu kembali, itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (An Nur: 27-28)
Di antara adab masyarakat Islam yang lain adalah berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, mendoakan orang yang bersin yang membaca hamdalah, menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, ber-ta'ziah kepada orangyang terkena musibah, dan lain-lain dari akhlaq Islami yang hukumnya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang wajib, sunnati dan ada pula yang mandub.(oleh Dr. Yusuf Qardhawi)
Di antara tata kehidupan masyarakat Islam adalah mereka tidur di awal waktu dan bangun di awal waktu juga. Sehingga orang-orangnya menikmati tidur yang tenang dan nyenyak di malam hari, di mana Allah menjadikan malam itu sebagai pakaian untuk memenuhi kesehatan dan kekuatan mereka yang tidak bisa diperoleh dengan begadang panjang. Setelah itu manusia bisa merasakan nimatnya bangun pada waktu pagi yang penuh berkah dan menghirup udara pagi yang bersih. Perubahan yang indah dan terasa punya nilai khusus ini sangat terkait dengan ibadah shalat fajar (subuh). Mereka bangun di waktu fajar dan melaksanakan shalat itu pada waktunya sebelum matahari terbit.
Dari sinilah menjadi jelas bahwa sesungguhnya tata cara kehidupan masyarakat Islam itu tidak terpisah dengan faktor-faktor yang lainnya.
Sisi lain dari tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah bahwa sesungguhnya tidak diperbolehkan seorang laki-laki menyendiri dengan wanita lain tanpa ada suaminya atau muhrimnya, sebagaimana tidak diperbolehkan bagi wanita bepergian sendiri. tanpa suami atau muhrim. Sesungguhnya wanita Muslimah itu wajib menutup aurat dan memelihara kehormatannya. Maka tidak boleh bagi wanita Muslimah menampakkan perhiasannya kecuali yang kelihatan seperti wajah dan kedua telapak, dan diharamkan baginya untuk tabarruj (berdandan) seperti dandanan jahiliyah. Dilarang menampakkan kedua lengannya, betisnya, lehernya atau rambutnya atau yang lainnya sebagaimana itu dilakukan oleh wanita modern karena taqlid (mengekor) pada peradaban jahiliyah, peradaban barat.
Tata cara pakaian yang Islami seperti ini bukanlah sekedar formalitas yang tanpa makna. Tetapi berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi masing-masing dari laki-laki dan wanita guna menjaga keluhuran akhlaq dalam masyarakat, nilai 'afaf (pemeliharaan diri) dan rasa malu yang itu merupakan keutamaan manusia yang tinggi nilainya. Islam menganggap zina sebagai perbuatan keji dan suatu bentuk tindak kriminalitas yang sangat berbahaya bagi pribadi dan keluarga pelaku, serta masyarakat pada umumnya apabila itu sampai merajalela. Karena akibatnya adalah dominasi syahwat, rusaknya pemuda, menyebarnya pengkhianatan dan menimbulkan keraguan suami istri, tersebarnya penyakit kelamin, banyaknya anak-anak temuan dan anak-anak "haram," bercampur aduknya keturunan, terlepasnya ikatan-ikatan keluarga dan dekadensi moral. Benarlah firman Allah SWT:
"Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (Al Isra': 32)
Apabila zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan yang buruk maka segala jalan yang menuju ke arah itu harus ditutup. Adab Islam datang memberi upaya preventif dengan melarang tabarruj (berdandan) yang merangsang guna mencegah terjadinya fitnah, baik yang zhahir maupun yang bersifat bathin. Allah SWT berfirman:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan (menundukkan) pandangannya, dan memelihara kemaluannnya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dan padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain jilbab ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara laki-laki mereka." (An-Nur: 30-31)
Termasuk juga dalam tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah bahwa di antara anak dan orang tua ada ikatan yang abadi dan suci, yang tidak terputus dengan sampainya anak pada usia baligh, atau dengan kemandiriannya di bidang ekonomi, atau dengan pernikahannya. Tidak seperti di kalangan orang-orang Barat, yang apabila anak-anak mereka telah besar (dewasa) dan menikah seakan-akan menjadi asing dari kedua orang tuanya. Hampir-hampir mereka tidak saling mengenal lagi kecuali dalam acara-acara tertentu jika sang anak menyapanya. Bahkan Islam telah memperluas wilayah keluarga hingga hubungan kerabat dari ushul (ke atas) sampai furu' (ke bawah) dan ashabah serta setiap yang termasuk muhrim dari laki-laki dan wanita. Maka kakek, nenek, cucu, paman, bibi dan anak-anak mereka, semuanya itu adalah sanak famili (arham) yang wajib disambung dan kerabat yang wajib diperhatikan serta memiliki hak-hak yang wajib dipenuhi. Yaitu dengan berziarah, kasih sayang dan berbuat baik sampai pada kewajiban nafkah dan memelihara hubungan dengan baik, Allah SWT berfirman:
"Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."(An-Nisa': l)
"Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya berhak terhadap sesamannya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Anfal: 75)
"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros." (Al Isra': 26)
Di antara tata cara kehidupan masyarakat Islam dan kebiasaannya adalah mereka tidak makan bangkai, darah, daging babi dan binatang yang dikorbankan kepada selain Allah. Mereka juga tidak minum khamr dan minuman-minuman keras dari jenis yang lain, dan tidak menyuguhkan sedikit pun dari minuman itu pada jamuan-jamuannya. Mereka makan dan minum dengan tangan kanan, memulai makan dengan membaca basmallah dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah serta tidak makan atau minum dalam bejana dari emas atau perak.
Termasuk juga dalam adab tata cara kehidupan masyarakat Islam adalah menyebarkan ucapan salam. Ucapan itu merupakan bentuk penghormatan kaum Muslimin terhadap sesama mereka. Mengucapkannya Sunnah, tetapi menjawabnya fardhu kifayah dan Allah telah memberi kecukupan kepada kaum Muslimin dengan penghormatan itu. Tidak seperti penghormatan jahiliyah dengan cara sujud, membungkuk atau perkataan 'selamat pagi' dan 'selamat sore'. Rasulullah SAW telah menjelaskan kaidah-kaidah penghormatan salam ini sehingga manusia tidak saling bermalasan untuk memulainya ketika mereka bertemu, yakni yang muda menyalami yang tua, yang sedikit menyalami yang banyak dan yang lewat menyalami yang duduk. Allah SWT berfirman:
"Apabila kamu dihormati dengan suatu penghorrnatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (dengan balasan yang serupa)." (An Nisa': 86)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghunirya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu selalu ingat. Jika kamu tidak menemui seseorang pun di dalamnya, makajanganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, "Kembali sajalah," maka hendaklah kamu kembali, itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (An Nur: 27-28)
Di antara adab masyarakat Islam yang lain adalah berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, mendoakan orang yang bersin yang membaca hamdalah, menjenguk orang sakit, mengiring jenazah, ber-ta'ziah kepada orangyang terkena musibah, dan lain-lain dari akhlaq Islami yang hukumnya berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang wajib, sunnati dan ada pula yang mandub.(oleh Dr. Yusuf Qardhawi)
HUKUM MENGGUGURKAN KANDUNGAN HASIL PEMERKOSAAN
Pengantar
Pertanyaan penting ini saya terima ketika buku ini telah siap
untuk dicetak. Yang mengajukan pertanyaan adalah Saudara Dr.
Musthafa Siratisy, Ketua Muktamar Alami untuk Pemeliharaan
Hak-hak Asasi Manusia di Bosnia Herzegovina, yang
diselenggarakan di Zagreb ibu kota Kroasia, pada 18 dan 19
September 1992. Saya juga mengikuti kegiatan tersebut bersama
Fadhilatus-Syekh Muhammad al-Ghazali dan sejumlah ulama serta
juru dakwah kaum muslim dari seluruh penjuru dunia Islam.
Pertanyaan
Dr. Musthafa berkata, "Sejumlah saudara kaum muslim di
Republik Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh
Muhammad al-Ghazali dan Syekh al-Qardhawi, mendorong saya
untuk mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan
yang disampaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putri
kita yang diperkosa oleh tentara Serbia yang durhaka dan
bengis, yang tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan
orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, dan tidak
menjaga kehormatan dan harkat manusia. Akibat perilaku mereka
yang penuh dosa (pemerkosaan) itu maka banyak gadis muslimah
yang hamil sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu,
serta merasa rendah dan hina. Karena itulah mereka menanyakan
kepada Syekh berdua dan semua ahli ilmu: apakah yang harus
mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya
ini? Apakah syara' memperbolehkan mereka menggugurkan
kandungan yang terpaksa mereka alami ini? Kalau kandungan itu
dibiarkan hingga si janin dilahirkan dalam keadaan hidup, maka
bagaimana hukumnya? Dan sampai dimana tanggung jawab si gadis
yang diperkosa itu?"
Jawaban
Fadhilatus-Syekh al-Ghazali menyerahkan kepada saya untuk
menjawab pertanyaan tersebut dalam sidang, maka saya
menjawabnya secara lisan dan direkam agar dapat didengar oleh
saudara-saudara khususnya remaja putri di Bosnia.
Saya pandang lebih bermanfaat lagi jika saya tulis jawaban ini
agar dapat disebarluaskan serta dijadikan acuan untuk
peristiwa-peristiwa serupa. Tiada daya (untuk menjauhi
keburukan) dan tiada kekuatan (untuk melakukan ketaatan)
kecuali dengan pertolongan Allah.
Kita kaum muslim telah dijadikan objek oleh orang-orang yang
rakus dan dijadikan sasaran bagi setiap pembidik, dan kaum
wanita serta anak-anak perempuan kita menjadi daging yang
"mubah" untuk disantap oleh serigala-serigala lapar dan
binatang-binatang buas itu tanpa takut akibatnya atau
pembalasannya nanti.
Pertanyaan serupa juga pernah diajukan kepada saya oleh
saudara-saudara kita di Eritrea mengenai nasib yang menimpa
anak-anak dan saudara-saudara perempuan mereka akibat ulah
tentara Nasrani yang tergabung dalam pasukan pembebasan
Eritrea, sebagaimana yang diperbuat tentara Serbia hari ini
terhadap anak-anak perempuan muslimah Bosnia yang tak berdosa.
Pertanyaan yang sama juga pernah diajukan beberapa tahun lalu
oleh sekelompok wanita mukminah yang cendekia dari penjara
orang-orang zalim jenis thaghut di beberapa negara Arab Asia
kepada sejumlah ulama di negara-negara Arab yang isinya: apa
yang harus mereka lakukan terhadap kandungan mereka yang
merupakan kehamilan haram yang terjadi bukan karena mereka
berbuat dosa dan bukan atas kehendak mereka?
Pertama-tama perlu saya tegaskan bahwa saudara-saudara dan
anak-anak perempuan kita, yang telah saya sebutkan, tidak
menanggung dosa sama sekali terhadap apa yang terjadi pada
diri mereka, selama mereka sudah berusaha menolak dan
memeranginya, kemudian mereka dipaksa di bawah acungan senjata
dan di bawah tekanan kekuatan yang besar. Maka apakah yang
dapat diperbuat oleh wanita tawanan yang tidak punya kekuatan
di hadapan para penawan atau pemenjara yang bersenjata lengkap
yang tidak takut kepada Sang Pencipta dan tidak menaruh belas
kasihan kepada makhluk? Allah sendiri telah menetralisasi dosa
(yakni tidak menganggap berdosa) dari orang yang terpaksa
dalam masalah yang lebih besar daripada zina, yaitu kekafiran
dan mengucapkan kalimatul-kafri. Firman-Nya:
"... kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)."
(an-Nahl: 106)
Bahkan Al-Qur'an mengampuni dosa (tidak berdosa) orang yang
dalam keadaan darurat, meskipun ia masih punya sisa kemampuan
lahiriah untuk berusaha, hanya saja tekanan kedaruratannya
lebih kuat. Allah berfirman setelah menyebutkan macam-macam
makanan yang diharamkan:
"... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(al-Baqarah: 173)
Dan Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas
suatu perbuatan yang dilakukannya karena khilaf (tidak
sengaja), karena lupa, dan karena dipaksa melakukannya."1
Bahkan anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita
mendapatkan pahala atas musibah yang menimpa mereka, apabila
mereka tetap berpegang teguh pada Islam --yang karena
keislamannyalah mereka ditimpa bala bencana dan cobaan-- dan
mengharapkan ridha Allah Azza wa Jalla dalam menghadapi
gangguan dan penderitaan tersebut. Rasulullah saw. bersabda:
"Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan,
penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, atau
kerisauan, bahkan gangguan yang berupa duri, melainkan
Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan
peristiwa-peristiwa itu."2
Apabila seorang muslim mendapat pahala hanya karena dia
tertusuk duri, maka bagaimana lagi jika kehormatannya dirusak
orang dan kemuliaannya dikotori?
Karena itu saya nasihatkan kepada pemuda-pemuda muslim agar
mendekatkan diri kepada Allah dengan menikahi salah seorang
dari wanita-wanita tersebut, karena kasihan terhadap keadaan
mereka sekaligus mengobati luka hati mereka yang telah
kehilangan sesuatu yang paling berharga sebagai wanita
terhormat dan suci, yaitu kegadisannya.
Adapun menggugurkan kandungan, maka telah saya jelaskan dalam
fatwa terdahulu bahwa pada dasarnya hal ini terlarang,
semenjak bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur
perempuan, yang dari keduanya muncul makhluk yang baru dan
menetap didalam tempat menetapnya yang kuat di dalam rahim.
Maka makhluk baru ini harus dihormati, meskipun ia hasil dari
hubungan yang haram seperti zina. Dan Rasulullah saw. telah
memerintahkan wanita Ghamidiyah yang mengaku telah berbuat
zina dan akan dijatuhi hukuman rajam itu agar menunggu sampai
melahirkan anaknya, kemudian setelah itu ia disuruh menunggu
sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi --baru setelah itu
dijatuhi hukuman rajam.
Inilah fatwa yang saya pilih untuk keadaan normal, meskipun
ada sebagian fuqaha yang memperbolehkan menggugurkan kandungan
asalkan belum berumur empat puluh hari, berdasarkan sebagian
riwayat yang mengatakan bahwa peniupan ruh terhadap janin itu
terjadi pada waktu berusia empat puluh atau empat puluh dua
hari.
Bahkan sebagian fuqaha ada yang memperbolehkan menggugurkan
kandungan sebelum berusia seratus dua puluh hari, berdasarkan
riwayat yang masyhur bahwa peniupan ruh terjadi pada waktu
itu.
Tetapi pendapat yang saya pandang kuat ialah apa yang telah
saya sebutkan sebagai pendapat pertama di atas, meskipun dalam
keadaan udzur tidak ada halangan untuk mengambil salah satu di
antara dua pendapat terakhir tersebut. Apabila udzurnya
semakin kuat, maka rukhshahnya semakin jelas; dan bila hal itu
terjadi sebelum berusia empat puluh hari maka yang demikian
lebih dekat kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan).
Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerkosaan dari musuh
yang kafir dan durhaka, yang melampaui batas dan pendosa,
terhadap wanita muslimah yang suci dan bersih, merupakan udzur
yang kuat bagi si muslimah dan keluarganya karena ia sangat
benci terhadap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin
terbebas daripadanya. Maka ini merupakan rukhshah yang
difatwakan karena darurat, dan darurat itu diukur dengan kadar
ukurannya.
Meskipun begitu, kita juga tahu bahwa ada fuqaha yang sangat
ketat dalam masalah ini, sehingga mereka melarang menggugurkan
kandungan meskipun baru berusia satu hari. Bahkan ada pula
yang mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak
laki-laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari
kedua-duanya, dengan beralasan beberapa hadits yang menamakan
nazl sebagai pembunuhan tersembunyi (terselubung). Maka
tidaklah mengherankan jika mereka mengharamkan pengguguran
setelah terjadinya kehamilan.
Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang
memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan yang
ketat yang melarangnya.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita
setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi
manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas (kiasan)
dalam ungkapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.
Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi
kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel
sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah
mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan
manusia yang telah diterapkan hukum padanya.
Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar
(dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara', dokter, dan
cendekiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka
tetaplah ia dalam hukum asal, yaitu terlarang.
Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan
musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut
--sebab menurut syara' ia tidak menanggung dosa, sebagaimana
saya sebutkan di muka-- dan ia tidak dipaksa untuk
menggugurkannya. Dengan demikian, apabila janin tersebut tetap
dalam kandungannya selama kehamilan hingga ia dilahirkan, maka
dia adalah anak muslim, sebagaimana sabda Nabi saw.:
"Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah."3
Yang dimaksud dengan fitrah ialah tauhid, yaitu Islam.
Menurut ketetapan fiqhiyah, bahwa seorang anak apabila kedua
orang tuanya berbeda agama, maka dia mengikuti orang tua yang
terbaik agamanya. Ini bagi orang (anak) yang diketahui
ayahnya, maka bagaimana dengan anak yang tidak ada bapaknya?
Sesungguhnya dia adalah anak muslim, tanpa diragukan lagi.
Dalam hal ini, bagi masyarakat muslim sudah seharusnya
mengurus pemeliharaan dan nafkah anak itu serta memberinya
pendidikan yang baik, jangan menyerahkan beban itu kepada
ibunya yang miskin dan yang telah terkena cobaan. Demikian
pula pemerintah dalam Islam, seharusnya bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan ini melalui departemen atau badan sosial
tertentu. Dalam hadits sahih muttafaq 'alaih, Rasulullah saw.
bersabda:
"Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing
kamu akan dimintai pertanggungjawabannya."4
Catatan kaki:
1 HR Ibnu Majah dalam "ath-Thalaq," juz 1, him. 659,
hadits nomor 2045; disahkan oleh Hakim dalam kitabnya,
juz 2, hlm. 198; disetujui oleh adz-Dzahabi; dan
diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan-nya, juz 7, hlm.
356
2 HR Bukhari dalam "al-Mardha' (dari kitab Shahih-nya),
juz 10, hlm. 103, hadits nomor 5641 dan 5642.
3 HR Bukhari dalam "al-Jana'iz," juz 3, hlm. 245,
hadits nomor 1385.
4 HR Bukhari dalam "al-'Itq," juz 5, hlm. 181, hadits
nomor 2558, dan dalam "an-Nikah," juz 9, hlm. 299,
hadits nomor 5200.
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
Pertanyaan penting ini saya terima ketika buku ini telah siap
untuk dicetak. Yang mengajukan pertanyaan adalah Saudara Dr.
Musthafa Siratisy, Ketua Muktamar Alami untuk Pemeliharaan
Hak-hak Asasi Manusia di Bosnia Herzegovina, yang
diselenggarakan di Zagreb ibu kota Kroasia, pada 18 dan 19
September 1992. Saya juga mengikuti kegiatan tersebut bersama
Fadhilatus-Syekh Muhammad al-Ghazali dan sejumlah ulama serta
juru dakwah kaum muslim dari seluruh penjuru dunia Islam.
Pertanyaan
Dr. Musthafa berkata, "Sejumlah saudara kaum muslim di
Republik Bosnia Herzegovina ketika mengetahui kedatangan Syekh
Muhammad al-Ghazali dan Syekh al-Qardhawi, mendorong saya
untuk mengajukan pertanyaan yang menyakitkan dan membingungkan
yang disampaikan secara malu-malu oleh lisan para remaja putri
kita yang diperkosa oleh tentara Serbia yang durhaka dan
bengis, yang tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan
orang mukmin dan tidak pula mengindahkan perjanjian, dan tidak
menjaga kehormatan dan harkat manusia. Akibat perilaku mereka
yang penuh dosa (pemerkosaan) itu maka banyak gadis muslimah
yang hamil sehingga menimbulkan perasaan sedih, takut, malu,
serta merasa rendah dan hina. Karena itulah mereka menanyakan
kepada Syekh berdua dan semua ahli ilmu: apakah yang harus
mereka lakukan terhadap tindak kriminalitas beserta akibatnya
ini? Apakah syara' memperbolehkan mereka menggugurkan
kandungan yang terpaksa mereka alami ini? Kalau kandungan itu
dibiarkan hingga si janin dilahirkan dalam keadaan hidup, maka
bagaimana hukumnya? Dan sampai dimana tanggung jawab si gadis
yang diperkosa itu?"
Jawaban
Fadhilatus-Syekh al-Ghazali menyerahkan kepada saya untuk
menjawab pertanyaan tersebut dalam sidang, maka saya
menjawabnya secara lisan dan direkam agar dapat didengar oleh
saudara-saudara khususnya remaja putri di Bosnia.
Saya pandang lebih bermanfaat lagi jika saya tulis jawaban ini
agar dapat disebarluaskan serta dijadikan acuan untuk
peristiwa-peristiwa serupa. Tiada daya (untuk menjauhi
keburukan) dan tiada kekuatan (untuk melakukan ketaatan)
kecuali dengan pertolongan Allah.
Kita kaum muslim telah dijadikan objek oleh orang-orang yang
rakus dan dijadikan sasaran bagi setiap pembidik, dan kaum
wanita serta anak-anak perempuan kita menjadi daging yang
"mubah" untuk disantap oleh serigala-serigala lapar dan
binatang-binatang buas itu tanpa takut akibatnya atau
pembalasannya nanti.
Pertanyaan serupa juga pernah diajukan kepada saya oleh
saudara-saudara kita di Eritrea mengenai nasib yang menimpa
anak-anak dan saudara-saudara perempuan mereka akibat ulah
tentara Nasrani yang tergabung dalam pasukan pembebasan
Eritrea, sebagaimana yang diperbuat tentara Serbia hari ini
terhadap anak-anak perempuan muslimah Bosnia yang tak berdosa.
Pertanyaan yang sama juga pernah diajukan beberapa tahun lalu
oleh sekelompok wanita mukminah yang cendekia dari penjara
orang-orang zalim jenis thaghut di beberapa negara Arab Asia
kepada sejumlah ulama di negara-negara Arab yang isinya: apa
yang harus mereka lakukan terhadap kandungan mereka yang
merupakan kehamilan haram yang terjadi bukan karena mereka
berbuat dosa dan bukan atas kehendak mereka?
Pertama-tama perlu saya tegaskan bahwa saudara-saudara dan
anak-anak perempuan kita, yang telah saya sebutkan, tidak
menanggung dosa sama sekali terhadap apa yang terjadi pada
diri mereka, selama mereka sudah berusaha menolak dan
memeranginya, kemudian mereka dipaksa di bawah acungan senjata
dan di bawah tekanan kekuatan yang besar. Maka apakah yang
dapat diperbuat oleh wanita tawanan yang tidak punya kekuatan
di hadapan para penawan atau pemenjara yang bersenjata lengkap
yang tidak takut kepada Sang Pencipta dan tidak menaruh belas
kasihan kepada makhluk? Allah sendiri telah menetralisasi dosa
(yakni tidak menganggap berdosa) dari orang yang terpaksa
dalam masalah yang lebih besar daripada zina, yaitu kekafiran
dan mengucapkan kalimatul-kafri. Firman-Nya:
"... kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)."
(an-Nahl: 106)
Bahkan Al-Qur'an mengampuni dosa (tidak berdosa) orang yang
dalam keadaan darurat, meskipun ia masih punya sisa kemampuan
lahiriah untuk berusaha, hanya saja tekanan kedaruratannya
lebih kuat. Allah berfirman setelah menyebutkan macam-macam
makanan yang diharamkan:
"... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(al-Baqarah: 173)
Dan Rasulullah saw. bersabda:
"Sesungguhnya Allah menggugurkan dosa dari umatku atas
suatu perbuatan yang dilakukannya karena khilaf (tidak
sengaja), karena lupa, dan karena dipaksa melakukannya."1
Bahkan anak-anak dan saudara-saudara perempuan kita
mendapatkan pahala atas musibah yang menimpa mereka, apabila
mereka tetap berpegang teguh pada Islam --yang karena
keislamannyalah mereka ditimpa bala bencana dan cobaan-- dan
mengharapkan ridha Allah Azza wa Jalla dalam menghadapi
gangguan dan penderitaan tersebut. Rasulullah saw. bersabda:
"Tiada seorang muslim yang menderita kelelahan,
penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, atau
kerisauan, bahkan gangguan yang berupa duri, melainkan
Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan
peristiwa-peristiwa itu."2
Apabila seorang muslim mendapat pahala hanya karena dia
tertusuk duri, maka bagaimana lagi jika kehormatannya dirusak
orang dan kemuliaannya dikotori?
Karena itu saya nasihatkan kepada pemuda-pemuda muslim agar
mendekatkan diri kepada Allah dengan menikahi salah seorang
dari wanita-wanita tersebut, karena kasihan terhadap keadaan
mereka sekaligus mengobati luka hati mereka yang telah
kehilangan sesuatu yang paling berharga sebagai wanita
terhormat dan suci, yaitu kegadisannya.
Adapun menggugurkan kandungan, maka telah saya jelaskan dalam
fatwa terdahulu bahwa pada dasarnya hal ini terlarang,
semenjak bertemunya sel sperma laki-laki dan sel telur
perempuan, yang dari keduanya muncul makhluk yang baru dan
menetap didalam tempat menetapnya yang kuat di dalam rahim.
Maka makhluk baru ini harus dihormati, meskipun ia hasil dari
hubungan yang haram seperti zina. Dan Rasulullah saw. telah
memerintahkan wanita Ghamidiyah yang mengaku telah berbuat
zina dan akan dijatuhi hukuman rajam itu agar menunggu sampai
melahirkan anaknya, kemudian setelah itu ia disuruh menunggu
sampai anaknya sudah tidak menyusu lagi --baru setelah itu
dijatuhi hukuman rajam.
Inilah fatwa yang saya pilih untuk keadaan normal, meskipun
ada sebagian fuqaha yang memperbolehkan menggugurkan kandungan
asalkan belum berumur empat puluh hari, berdasarkan sebagian
riwayat yang mengatakan bahwa peniupan ruh terhadap janin itu
terjadi pada waktu berusia empat puluh atau empat puluh dua
hari.
Bahkan sebagian fuqaha ada yang memperbolehkan menggugurkan
kandungan sebelum berusia seratus dua puluh hari, berdasarkan
riwayat yang masyhur bahwa peniupan ruh terjadi pada waktu
itu.
Tetapi pendapat yang saya pandang kuat ialah apa yang telah
saya sebutkan sebagai pendapat pertama di atas, meskipun dalam
keadaan udzur tidak ada halangan untuk mengambil salah satu di
antara dua pendapat terakhir tersebut. Apabila udzurnya
semakin kuat, maka rukhshahnya semakin jelas; dan bila hal itu
terjadi sebelum berusia empat puluh hari maka yang demikian
lebih dekat kepada rukhshah (kemurahan/kebolehan).
Selain itu, tidak diragukan lagi bahwa pemerkosaan dari musuh
yang kafir dan durhaka, yang melampaui batas dan pendosa,
terhadap wanita muslimah yang suci dan bersih, merupakan udzur
yang kuat bagi si muslimah dan keluarganya karena ia sangat
benci terhadap janin hasil pemerkosaan tersebut serta ingin
terbebas daripadanya. Maka ini merupakan rukhshah yang
difatwakan karena darurat, dan darurat itu diukur dengan kadar
ukurannya.
Meskipun begitu, kita juga tahu bahwa ada fuqaha yang sangat
ketat dalam masalah ini, sehingga mereka melarang menggugurkan
kandungan meskipun baru berusia satu hari. Bahkan ada pula
yang mengharamkan usaha pencegahan kehamilan, baik dari pihak
laki-laki maupun dari pihak perempuan, ataupun dari
kedua-duanya, dengan beralasan beberapa hadits yang menamakan
nazl sebagai pembunuhan tersembunyi (terselubung). Maka
tidaklah mengherankan jika mereka mengharamkan pengguguran
setelah terjadinya kehamilan.
Pendapat terkuat ialah pendapat yang tengah-tengah antara yang
memberi kelonggaran dengan memperbolehkannya dan golongan yang
ketat yang melarangnya.
Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa sel telur wanita
setelah dibuahi oleh sel sperma laki-laki telah menjadi
manusia, maka yang demikian hanyalah semacam majas (kiasan)
dalam ungkapan, karena kenyataannya ia adalah bakal manusia.
Memang benar bahwa wujud ini mengandung kehidupan, tetapi
kehidupan itu sendiri bertingkat-tingkat dan bertahap, dan sel
sperma serta sel telur itu sendiri sebelum bertemu sudah
mengandung kehidupan, namun yang demikian bukanlah kehidupan
manusia yang telah diterapkan hukum padanya.
Karena itu rukhshah terikat dengan kondisi udzur yang muktabar
(dibenarkan), yang ditentukan oleh ahli syara', dokter, dan
cendekiawan. Sedangkan yang kondisinya tidak demikian, maka
tetaplah ia dalam hukum asal, yaitu terlarang.
Maka bagi wanita muslimah yang mendapatkan cobaan dengan
musibah seperti ini hendaklah memelihara janin tersebut
--sebab menurut syara' ia tidak menanggung dosa, sebagaimana
saya sebutkan di muka-- dan ia tidak dipaksa untuk
menggugurkannya. Dengan demikian, apabila janin tersebut tetap
dalam kandungannya selama kehamilan hingga ia dilahirkan, maka
dia adalah anak muslim, sebagaimana sabda Nabi saw.:
"Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah."3
Yang dimaksud dengan fitrah ialah tauhid, yaitu Islam.
Menurut ketetapan fiqhiyah, bahwa seorang anak apabila kedua
orang tuanya berbeda agama, maka dia mengikuti orang tua yang
terbaik agamanya. Ini bagi orang (anak) yang diketahui
ayahnya, maka bagaimana dengan anak yang tidak ada bapaknya?
Sesungguhnya dia adalah anak muslim, tanpa diragukan lagi.
Dalam hal ini, bagi masyarakat muslim sudah seharusnya
mengurus pemeliharaan dan nafkah anak itu serta memberinya
pendidikan yang baik, jangan menyerahkan beban itu kepada
ibunya yang miskin dan yang telah terkena cobaan. Demikian
pula pemerintah dalam Islam, seharusnya bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan ini melalui departemen atau badan sosial
tertentu. Dalam hadits sahih muttafaq 'alaih, Rasulullah saw.
bersabda:
"Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing
kamu akan dimintai pertanggungjawabannya."4
Catatan kaki:
1 HR Ibnu Majah dalam "ath-Thalaq," juz 1, him. 659,
hadits nomor 2045; disahkan oleh Hakim dalam kitabnya,
juz 2, hlm. 198; disetujui oleh adz-Dzahabi; dan
diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan-nya, juz 7, hlm.
356
2 HR Bukhari dalam "al-Mardha' (dari kitab Shahih-nya),
juz 10, hlm. 103, hadits nomor 5641 dan 5642.
3 HR Bukhari dalam "al-Jana'iz," juz 3, hlm. 245,
hadits nomor 1385.
4 HR Bukhari dalam "al-'Itq," juz 5, hlm. 181, hadits
nomor 2558, dan dalam "an-Nikah," juz 9, hlm. 299,
hadits nomor 5200.
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
HUKUM MUKHADDIRAT (NARKOTIK)
Pertanyaan
Al-Qur'anul Karim dan Hadits Syarif menyebutkan pengharaman
khamar, tetapi tidak menyebutkan keharaman bermacam-macam
benda padat yang memabukkan, seperti ganja dan heroin. Maka
bagaimanakah hukum syara' terhadap penggunaan benda-benda
tersebut, sementara sebagian kaum muslim tetap
mempergunakannya dengan alasan bahwa agama tidak
mengharamkannya?
Jawaban
Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
Ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair
yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotik) adalah
termasuk benda-benda yang diharamkan syara' tanpa
diperselisihkan lagi di antara ulama.
Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang
dikemukakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:
"Khamar ialah segala sesuatu yang menutup akal."1
Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal
dari tabiatnya yang dapat membedakan antar sesuatu dan
mampu menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan
mempengaruhi akal dalam menghukumi atau menetapkan
sesuatu, sehingga terjadi kekacauan dan ketidaktentuan,
yang jauh dipandang dekat dan yang dekat dipandang jauh.
Karena itu sering kali terjadi kecelakaan lalu lintas
sebagai akibat dari pengaruh benda-benda memabukkan itu.
2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk
dalam kategori khamar atau "memabukkan," maka ia tetap
haram dari segi "melemahkan" (menjadikan loyo). Imam Abu
Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah.
"Bahwa Nabi saw. melarang segala sesuatu yang
memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)."2
Al-mufattir ialah sesuatu yang menjadikan tubuh loyo tidak
bertenaga. Larangan dalam hadits ini adalah untuk
mengharamkan, karena itulah hukum asal bagi suatu larangan,
selain itu juga disebabkan dirangkaikannya antara yang
memabukkan --yang sudah disepakati haramnya-- dengan mufattir.
3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam
kategori memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam
jenis khabaits (sesuatu yang buruk) dan membahayakan,
sedangkan diantara ketetapan syara': bahwa lslam mengharamkan
memakan sesuatu yang buruk dan membahayakan, sebagaimana
flrman Allah dalam menyifati Rasul-Nya a.s. di dalam
kitab-kitab Ahli Kitab:
"... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ..."(al-A'raf:
157)
Dan Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain."3
Segala sesuatu yang membahayakan manusia adalah haram:
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (an-Nisa': 29)
"... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam
kebinasaan ..." (al-Baqarah: 195)
Dalil lainnya mengenai persoalan itu ialah bahwa seluruh
pemerintahan (negara) memerangi narkotik dan menjatuhkan
hukuman yang sangat berat kepada yang mengusahakan dan
mengedarkannya. Sehingga pemerintahan suatu negara yang
memperbolehkan khamar dan minuman keras lainnya sekalipun,
tetap memberikan hukuman berat kepada siapa saja yang terlibat
narkotik. Bahkan sebagian negara menjatuhkan hukuman mati
kepada pedagang dan pengedarnya. Hukuman ini memang tepat dan
benar, karena pada hakikatnya para pengedar itu membunuh
bangsa-bangsa demi mengeruk kekayaan. Oleh karena itu, mereka
lebih layak mendapatkan hukuman qishash dibandingkan orangyang
membunuh seorang atau dua orang manusia.
Syekhul lslam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya
mengenai apa yang wajib diberlakukan terhadap orang yang
mengisap ganja dan orang yang mendakwakan bahwa semua itu
jaiz, halal, dan mubah?
Beliau menjawab:
"Memakan (mengisap) ganja yang keras ini terhukum haram, ia
termasuk seburuk-buruk benda kotor yang diharamkan. Sama saja
hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi mengisap dalam jumlah
banyak dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum
muslim. Sedangkan orang yang menganggap bahwa ganja halal,
maka dia terhukum kafir dan diminta agar bertobat. Jika ia
bertobat maka selesailah urusannya, tetapi jika tidak mau
bertobat maka dia harus dibunuh sebagai orang kafir murtad,
yang tidak perlu dimandikan jenazahnya, tidak perlu dishalati,
dan tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslim. Hukum orang
yang murtad itu lebih buruk daripada orang Yahudi dan Nasrani,
baik ia beriktikad bahwa hal itu halal bagi masyarakat umum
maupun hanya untuk orang-orang tertentu yang beranggapan bahwa
ganja merupakan santapan untuk berpikir dan berdzikir serta
dapat membangkitkan kemauan yang beku ke tempat yang
terhormat, dan untuk itulah mereka mempergunakannya."
Sebagian orang salaf pernah ada yang berprasangka bahwa khamar
itu mubah bagi orang-orang tertentu, karena menakwilkan firman
Allah Ta'ala:
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah
mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman
dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka
tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan ..." (al-Ma'idah 93)
Ketika kasus ini dibawa kepada Umar bin Khattab dan
dimusyawarahkan dengan beberapa orang sahabat, maka sepakatlah
Umar dengan Ali dan para sahabat lainnya bahwa apabila yang
meminum khamar masih mengakui sebagai perbuatan haram, mereka
dijatuhi hukuman dera, tetapi jika mereka terus saja
meminumnya karena menganggapnya halal, maka mereka dijatuhi
hukuman mati. Demikian pula dengan ganja, barangsiapa yang
berkeyakinan bahwa ganja haram tetapi ia mengisapnya, maka ia
dijatuhi hukuman dera dengan cemeti sebanyak delapan puluh
kali atau empat puluh kali, dan ini merupakan hukuman yang
tepat. Sebagian fuqaha memang tidak menetapkan hukuman dera,
karena mereka mengira bahwa ganja dapat menghilangkan akal
tetapi tidak memabukkan, seperti al-banj (Ienis
tumbuh-tumbuhan yang dapat membius) dan sejenisnya yang dapat
menutup akal tetapi tidak memabukkan. Namun demikian, semua
itu adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim. Barangsiapa
mengisapnya dan memabukkan maka ia dijatuhi hukuman dera
seperti meminum khamar, tetapi jika tidak memabukkan maka
pengisapnya dijatuhi hukuman ta'zir yang lebih ringan daripada
hukuman jald (dera). Tetapi orang yang menganggap hal itu
halal, maka dia adalah kafir dan harus dijatuhi hukuman mati.
Yang benar, ganja itu memabukkan seperti minuman keras, karena
pengisapnya menjadi kecanduan terhadapnya dan terus
memperbanyak (mengisapnya banyak-banyak). Berbeda dengan
al-banj dan lainnya yang tidak menjadikan kecanduan dan tidak
digemari. Kaidah syariat menetapkan bahwa barang-barang haram
yang digemari nafsu seperti khamar dan zina, maka pelakunya
dikenai hukum had, sedangkan yang tidak digemari oleh nafsu,
seperti bangkai, maka pelakunya dikenai hukum ta'zir.
Ganja ini termasuk barang haram yang digemari oleh pengisapnya
dan sulit untuk ditinggalkan. Nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah
mengharamkan atas orang yang berusaha memperoleh sesuatu yang
haram sebagaimana terhadap barang lainnya. Dan munculnya
kebiasaan memakan atau mengisap ganja ini di kalangan
masyarakat hampir bersamaan dengan munculnya pasukan Tatar.
Karena ganja ini muncul lantas muncul pula pedang pasukan
Tatar."4
Maksudnya, kemunculan atau kedatangan serbuan pasukan Tatar
sebagai hukuman dari Allah karena telah merajalelanya
kemunkaran di kalangan umat Islam, diantaranya adalah
merajalelanya ganja terkutuk ini.
Di tempat lain beliau (Ibnu Taimiyah) berkata pula:
"Ada juga orang yang mengatakan bahwa ganja hanya mengubah
akal tetapi tidak memabukkan seperti al-banj, padahal
sebenarnya tidak demikian, bahkan ganja itu menimbulkan
kecanduan dan kelezatan serta kebingungan (karena gembira atau
susah), dan inilah yang mendorong seseorang untuk mendapatkan
dan merasakannya. Mengisap ganja sedikit akan mendorong si
pengisap untuk meraih lebih banyak lagi seperti halnya minuman
yang memabukkan, dan orang yang sudah terbiasa mengisap ganja
akan sangat sulit untuk meninggalkannya, bahkan lebih sulit
daripada meninggalkan khamar. Karena itu, bahaya ganja dari
satu segi lebih besar daripada bahaya khamar. Maka para fuqaha
bersepakat bahwa pengisap ganja wajib dijatuhi hukum had
(hukuman yang pasti bentuk dan bilangannya) sebagaimana halnya
khamar.
Adapun orang yang mengatakan bahwa masalah ganja ini tidak
terdapat ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dan hadits, maka
pendapatnya ini hanyalah disebabkan kebodohannya. Sebab di
dalam Al-Qur'an dan hadits terdapat kalimat-kalimat yang
simpel yang merupakan kaidah umum dan ketentuan global, yang
mencakup segala kandungannya. Hal ini disebutkan dalam
Al-Qur'an dan al-hadits dengan istilah 'aam (umum). Sebab
tidak mungkin menyebutkan setiap hal secara khusus (kasus per
kasus)."5
Dengan demikian, nyatalah bagi kita bahwa ganja, opium,
heroin, morfin, dan sebagainya yang termasuk makhaddirat
(narkotik) --khususnya jenis-jenis membahayakan yang sekarang
mereka istilahkan dengan racun putih-- adalah haram dan sangat
haram menurut kesepakatan kaum muslim, termasuk dosa besar
yang membinasakan, pengisapnya wajib dikenakan hukuman, dan
pengedar atau pedagangnya harus dijatuhi hukuman mati, karena
ia memperdagangkan ruh umat untuk memperkaya dirinya sendiri.
Maka orang-orang seperti inilah yang lebih utama untuk
dijatuhi hukuman seperti yang tertera dalam firman Allah:
"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orangyang berakal, supaya kamu bertakwa."
(al-Baqarah: 179)
Adapun hukuman ta'zir menurut para fuqaha muhaqqiq (ahli
membuat keputusan) bisa saja berupa hukuman mati, tergantung
kepada mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.
Selain itu, orang-orang yang menggunakan kekayaan dan
jabatannya untuk membantu orang yang terlibat narkotik ini,
maka mereka termasuk golongan:
"... orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)
Bahkan kenyataannya, kejahatan dan kerusakan mereka melebihi
perampok dan penyamun, karena itu tidak mengherankan jika
mereka dijatuhi hukuman seperti perampok dan penyamun:
"... Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan
yang beraL" (al-Ma'idah: 33)
1 Muttafaq 'alaih secara mauquf sebagai perkataan Umar,
sebagaimana disebutkan dalam al-Lu'lu' wal-Marjan (hadits
nomor 1905), dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, hadits
nomor 3669; dan Nasa'i dalam "Kitab al-Asyrabah."
2 Abu Daud dalam "Kitab al-Asyrabah," nomor 3686.
3 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu
Abbas, dan dirinwayatkan Ibnu Majah sendiri dari Ubadah, dan
para ulama hadits mengesahkannya karena banyak jalannya.
4 Majmu' Fatawa, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, juz 24, hlm.
213-214.
5 Ibid, hlm. 206-207.
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
Al-Qur'anul Karim dan Hadits Syarif menyebutkan pengharaman
khamar, tetapi tidak menyebutkan keharaman bermacam-macam
benda padat yang memabukkan, seperti ganja dan heroin. Maka
bagaimanakah hukum syara' terhadap penggunaan benda-benda
tersebut, sementara sebagian kaum muslim tetap
mempergunakannya dengan alasan bahwa agama tidak
mengharamkannya?
Jawaban
Segala puji kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du:
Ganja, heroin, serta bentuk lainnya baik padat maupun cair
yang terkenal dengan sebutan mukhaddirat (narkotik) adalah
termasuk benda-benda yang diharamkan syara' tanpa
diperselisihkan lagi di antara ulama.
Dalil yang menunjukkan keharamannya adalah sebagai berikut:
1. Ia termasuk kategori khamar menurut batasan yang
dikemukakan Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.:
"Khamar ialah segala sesuatu yang menutup akal."1
Yakni yang mengacaukan, menutup, dan mengeluarkan akal
dari tabiatnya yang dapat membedakan antar sesuatu dan
mampu menetapkan sesuatu. Benda-benda ini akan
mempengaruhi akal dalam menghukumi atau menetapkan
sesuatu, sehingga terjadi kekacauan dan ketidaktentuan,
yang jauh dipandang dekat dan yang dekat dipandang jauh.
Karena itu sering kali terjadi kecelakaan lalu lintas
sebagai akibat dari pengaruh benda-benda memabukkan itu.
2. Barang-barang tersebut, seandainya tidak termasuk
dalam kategori khamar atau "memabukkan," maka ia tetap
haram dari segi "melemahkan" (menjadikan loyo). Imam Abu
Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah.
"Bahwa Nabi saw. melarang segala sesuatu yang
memabukkan dan melemahkan (menjadikan lemah)."2
Al-mufattir ialah sesuatu yang menjadikan tubuh loyo tidak
bertenaga. Larangan dalam hadits ini adalah untuk
mengharamkan, karena itulah hukum asal bagi suatu larangan,
selain itu juga disebabkan dirangkaikannya antara yang
memabukkan --yang sudah disepakati haramnya-- dengan mufattir.
3. Bahwa benda-benda tersebut seandainya tidak termasuk dalam
kategori memabukkan dan melemahkan, maka ia termasuk dalam
jenis khabaits (sesuatu yang buruk) dan membahayakan,
sedangkan diantara ketetapan syara': bahwa lslam mengharamkan
memakan sesuatu yang buruk dan membahayakan, sebagaimana
flrman Allah dalam menyifati Rasul-Nya a.s. di dalam
kitab-kitab Ahli Kitab:
"... dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk ..."(al-A'raf:
157)
Dan Rasulullah saw. bersabda:
"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh
memberi bahaya (mudarat) kepada orang lain."3
Segala sesuatu yang membahayakan manusia adalah haram:
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (an-Nisa': 29)
"... dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam
kebinasaan ..." (al-Baqarah: 195)
Dalil lainnya mengenai persoalan itu ialah bahwa seluruh
pemerintahan (negara) memerangi narkotik dan menjatuhkan
hukuman yang sangat berat kepada yang mengusahakan dan
mengedarkannya. Sehingga pemerintahan suatu negara yang
memperbolehkan khamar dan minuman keras lainnya sekalipun,
tetap memberikan hukuman berat kepada siapa saja yang terlibat
narkotik. Bahkan sebagian negara menjatuhkan hukuman mati
kepada pedagang dan pengedarnya. Hukuman ini memang tepat dan
benar, karena pada hakikatnya para pengedar itu membunuh
bangsa-bangsa demi mengeruk kekayaan. Oleh karena itu, mereka
lebih layak mendapatkan hukuman qishash dibandingkan orangyang
membunuh seorang atau dua orang manusia.
Syekhul lslam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya
mengenai apa yang wajib diberlakukan terhadap orang yang
mengisap ganja dan orang yang mendakwakan bahwa semua itu
jaiz, halal, dan mubah?
Beliau menjawab:
"Memakan (mengisap) ganja yang keras ini terhukum haram, ia
termasuk seburuk-buruk benda kotor yang diharamkan. Sama saja
hukumnya, sedikit atau banyak, tetapi mengisap dalam jumlah
banyak dan memabukkan adalah haram menurut kesepakatan kaum
muslim. Sedangkan orang yang menganggap bahwa ganja halal,
maka dia terhukum kafir dan diminta agar bertobat. Jika ia
bertobat maka selesailah urusannya, tetapi jika tidak mau
bertobat maka dia harus dibunuh sebagai orang kafir murtad,
yang tidak perlu dimandikan jenazahnya, tidak perlu dishalati,
dan tidak boleh dikubur di pemakaman kaum muslim. Hukum orang
yang murtad itu lebih buruk daripada orang Yahudi dan Nasrani,
baik ia beriktikad bahwa hal itu halal bagi masyarakat umum
maupun hanya untuk orang-orang tertentu yang beranggapan bahwa
ganja merupakan santapan untuk berpikir dan berdzikir serta
dapat membangkitkan kemauan yang beku ke tempat yang
terhormat, dan untuk itulah mereka mempergunakannya."
Sebagian orang salaf pernah ada yang berprasangka bahwa khamar
itu mubah bagi orang-orang tertentu, karena menakwilkan firman
Allah Ta'ala:
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah
mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman
dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka
tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga)
bertakwa dan berbuat kebajikan ..." (al-Ma'idah 93)
Ketika kasus ini dibawa kepada Umar bin Khattab dan
dimusyawarahkan dengan beberapa orang sahabat, maka sepakatlah
Umar dengan Ali dan para sahabat lainnya bahwa apabila yang
meminum khamar masih mengakui sebagai perbuatan haram, mereka
dijatuhi hukuman dera, tetapi jika mereka terus saja
meminumnya karena menganggapnya halal, maka mereka dijatuhi
hukuman mati. Demikian pula dengan ganja, barangsiapa yang
berkeyakinan bahwa ganja haram tetapi ia mengisapnya, maka ia
dijatuhi hukuman dera dengan cemeti sebanyak delapan puluh
kali atau empat puluh kali, dan ini merupakan hukuman yang
tepat. Sebagian fuqaha memang tidak menetapkan hukuman dera,
karena mereka mengira bahwa ganja dapat menghilangkan akal
tetapi tidak memabukkan, seperti al-banj (Ienis
tumbuh-tumbuhan yang dapat membius) dan sejenisnya yang dapat
menutup akal tetapi tidak memabukkan. Namun demikian, semua
itu adalah haram menurut kesepakatan kaum muslim. Barangsiapa
mengisapnya dan memabukkan maka ia dijatuhi hukuman dera
seperti meminum khamar, tetapi jika tidak memabukkan maka
pengisapnya dijatuhi hukuman ta'zir yang lebih ringan daripada
hukuman jald (dera). Tetapi orang yang menganggap hal itu
halal, maka dia adalah kafir dan harus dijatuhi hukuman mati.
Yang benar, ganja itu memabukkan seperti minuman keras, karena
pengisapnya menjadi kecanduan terhadapnya dan terus
memperbanyak (mengisapnya banyak-banyak). Berbeda dengan
al-banj dan lainnya yang tidak menjadikan kecanduan dan tidak
digemari. Kaidah syariat menetapkan bahwa barang-barang haram
yang digemari nafsu seperti khamar dan zina, maka pelakunya
dikenai hukum had, sedangkan yang tidak digemari oleh nafsu,
seperti bangkai, maka pelakunya dikenai hukum ta'zir.
Ganja ini termasuk barang haram yang digemari oleh pengisapnya
dan sulit untuk ditinggalkan. Nash-nash Al-Kitab dan As-Sunnah
mengharamkan atas orang yang berusaha memperoleh sesuatu yang
haram sebagaimana terhadap barang lainnya. Dan munculnya
kebiasaan memakan atau mengisap ganja ini di kalangan
masyarakat hampir bersamaan dengan munculnya pasukan Tatar.
Karena ganja ini muncul lantas muncul pula pedang pasukan
Tatar."4
Maksudnya, kemunculan atau kedatangan serbuan pasukan Tatar
sebagai hukuman dari Allah karena telah merajalelanya
kemunkaran di kalangan umat Islam, diantaranya adalah
merajalelanya ganja terkutuk ini.
Di tempat lain beliau (Ibnu Taimiyah) berkata pula:
"Ada juga orang yang mengatakan bahwa ganja hanya mengubah
akal tetapi tidak memabukkan seperti al-banj, padahal
sebenarnya tidak demikian, bahkan ganja itu menimbulkan
kecanduan dan kelezatan serta kebingungan (karena gembira atau
susah), dan inilah yang mendorong seseorang untuk mendapatkan
dan merasakannya. Mengisap ganja sedikit akan mendorong si
pengisap untuk meraih lebih banyak lagi seperti halnya minuman
yang memabukkan, dan orang yang sudah terbiasa mengisap ganja
akan sangat sulit untuk meninggalkannya, bahkan lebih sulit
daripada meninggalkan khamar. Karena itu, bahaya ganja dari
satu segi lebih besar daripada bahaya khamar. Maka para fuqaha
bersepakat bahwa pengisap ganja wajib dijatuhi hukum had
(hukuman yang pasti bentuk dan bilangannya) sebagaimana halnya
khamar.
Adapun orang yang mengatakan bahwa masalah ganja ini tidak
terdapat ketentuan hukumnya dalam Al-Qur'an dan hadits, maka
pendapatnya ini hanyalah disebabkan kebodohannya. Sebab di
dalam Al-Qur'an dan hadits terdapat kalimat-kalimat yang
simpel yang merupakan kaidah umum dan ketentuan global, yang
mencakup segala kandungannya. Hal ini disebutkan dalam
Al-Qur'an dan al-hadits dengan istilah 'aam (umum). Sebab
tidak mungkin menyebutkan setiap hal secara khusus (kasus per
kasus)."5
Dengan demikian, nyatalah bagi kita bahwa ganja, opium,
heroin, morfin, dan sebagainya yang termasuk makhaddirat
(narkotik) --khususnya jenis-jenis membahayakan yang sekarang
mereka istilahkan dengan racun putih-- adalah haram dan sangat
haram menurut kesepakatan kaum muslim, termasuk dosa besar
yang membinasakan, pengisapnya wajib dikenakan hukuman, dan
pengedar atau pedagangnya harus dijatuhi hukuman mati, karena
ia memperdagangkan ruh umat untuk memperkaya dirinya sendiri.
Maka orang-orang seperti inilah yang lebih utama untuk
dijatuhi hukuman seperti yang tertera dalam firman Allah:
"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup
bagimu, hai orang-orangyang berakal, supaya kamu bertakwa."
(al-Baqarah: 179)
Adapun hukuman ta'zir menurut para fuqaha muhaqqiq (ahli
membuat keputusan) bisa saja berupa hukuman mati, tergantung
kepada mafsadat yang ditimbulkan pelakunya.
Selain itu, orang-orang yang menggunakan kekayaan dan
jabatannya untuk membantu orang yang terlibat narkotik ini,
maka mereka termasuk golongan:
"... orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi ..." (al-Ma'idah: 33)
Bahkan kenyataannya, kejahatan dan kerusakan mereka melebihi
perampok dan penyamun, karena itu tidak mengherankan jika
mereka dijatuhi hukuman seperti perampok dan penyamun:
"... Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan
yang beraL" (al-Ma'idah: 33)
1 Muttafaq 'alaih secara mauquf sebagai perkataan Umar,
sebagaimana disebutkan dalam al-Lu'lu' wal-Marjan (hadits
nomor 1905), dan diriwayatkan juga oleh Abu Daud, hadits
nomor 3669; dan Nasa'i dalam "Kitab al-Asyrabah."
2 Abu Daud dalam "Kitab al-Asyrabah," nomor 3686.
3 Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Ibnu
Abbas, dan dirinwayatkan Ibnu Majah sendiri dari Ubadah, dan
para ulama hadits mengesahkannya karena banyak jalannya.
4 Majmu' Fatawa, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, juz 24, hlm.
213-214.
5 Ibid, hlm. 206-207.
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
Pembentukan Hujan
Proses terbentuknya hujan masih merupakan misteri besar bagi orang-orang dalam waktu yang lama. Baru setelah radar cuaca ditemukan, bisa didapatkan tahap-tahap pembentukan hujan..
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur'an.
Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut "perangkap air".
TAHAP KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)
Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
Pembentukan hujan berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, "bahan baku" hujan naik ke udara, lalu awan terbentuk. Akhirnya, curahan hujan terlihat.
Tahap-tahap ini ditetapkan dengan jelas dalam Al-Qur’an berabad-abad yang lalu, yang memberikan informasi yang tepat mengenai pembentukan hujan,
"Dialah Allah Yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya; maka, apabila hujan itu turun mengenai hamba-hambaNya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira" (Al Qur'an, 30:48)
Gambar di atas memperlihatkan butiran-butiran air yang lepas ke udara. Ini adalah tahap pertama dalam proses pembentukan hujan. Setelah itu, butiran-butiran air dalam awan yang baru saja terbentuk akan melayang di udara untuk kemudian menebal, menjadi jenuh, dan turun sebagai hujan. Seluruh tahapan ini disebutkan dalam Al Qur'an.
Kini, mari kita amati tiga tahap yang disebutkan dalam ayat ini.
TAHAP KE-1: "Dialah Allah Yang mengirimkan angin..."
Gelembung-gelembung udara yang jumlahnya tak terhitung yang dibentuk dengan pembuihan di lautan, pecah terus-menerus dan menyebabkan partikel-partikel air tersembur menuju langit. Partikel-partikel ini, yang kaya akan garam, lalu diangkut oleh angin dan bergerak ke atas di atmosfir. Partikel-partikel ini, yang disebut aerosol, membentuk awan dengan mengumpulkan uap air di sekelilingnya, yang naik lagi dari laut, sebagai titik-titik kecil dengan mekanisme yang disebut "perangkap air".
TAHAP KE-2: “...lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal..."
Awan-awan terbentuk dari uap air yang mengembun di sekeliling butir-butir garam atau partikel-partikel debu di udara. Karena air hujan dalam hal ini sangat kecil (dengan diamter antara 0,01 dan 0,02 mm), awan-awan itu bergantungan di udara dan terbentang di langit. Jadi, langit ditutupi dengan awan-awan.
TAHAP KE-3: "...lalu kamu lihat air hujan keluar dari celah-celahnya..."
Partikel-partikel air yang mengelilingi butir-butir garam dan partikel -partikel debu itu mengental dan membentuk air hujan. Jadi, air hujan ini, yang menjadi lebih berat daripada udara, bertolak dari awan dan mulai jatuh ke tanah sebagai hujan.
Semua tahap pembentukan hujan telah diceritakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Selain itu, tahap-tahap ini dijelaskan dengan urutan yang benar. Sebagaimana fenomena-fenomena alam lain di bumi, lagi-lagi Al-Qur’anlah yang menyediakan penjelasan yang paling benar mengenai fenomena ini dan juga telah mengumumkan fakta-fakta ini kepada orang-orang pada ribuan tahun sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam sebuah ayat, informasi tentang proses pembentukan hujan dijelaskan:
"Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan- gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (Al Qur'an, 24:43)
Para ilmuwan yang mempelajari jenis-jenis awan mendapatkan temuan yang mengejutkan berkenaan dengan proses pembentukan awan hujan. Terbentuknya awan hujan yang mengambil bentuk tertentu, terjadi melalui sistem dan tahapan tertentu pula. Tahap-tahap pembentukan kumulonimbus, sejenis awan hujan, adalah sebagai berikut:
TAHAP - 1, Pergerakan awan oleh angin: Awan-awan dibawa, dengan kata lain, ditiup oleh angin.
TAHAP - 2, Pembentukan awan yang lebih besar: Kemudian awan-awan kecil (awan kumulus) yang digerakkan angin, saling bergabung dan membentuk awan yang lebih besar.
TAHAP - 3, Pembentukan awan yang bertumpang tindih: Ketika awan-awan kecil saling bertemu dan bergabung membentuk awan yang lebih besar, gerakan udara vertikal ke atas terjadi di dalamnya meningkat. Gerakan udara vertikal ini lebih kuat di bagian tengah dibandingkan di bagian tepinya. Gerakan udara ini menyebabkan gumpalan awan tumbuh membesar secara vertikal, sehingga menyebabkan awan saling bertindih-tindih. Membesarnya awan secara vertikal ini menyebabkan gumpalan besar awan tersebut mencapai wilayah-wilayah atmosfir yang bersuhu lebih dingin, di mana butiran-butiran air dan es mulai terbentuk dan tumbuh semakin membesar. Ketika butiran air dan es ini telah menjadi berat sehingga tak lagi mampu ditopang oleh hembusan angin vertikal, mereka mulai lepas dari awan dan jatuh ke bawah sebagai hujan air, hujan es, dsb. (Anthes, Richard A.; John J. Cahir; Alistair B. Fraser; and Hans A. Panofsky, 1981, The Atmosphere, s. 269; Millers, Albert; and Jack C. Thompson, 1975, Elements of Meteorology, s. 141-142)
Kita harus ingat bahwa para ahli meteorologi hanya baru-baru ini saja mengetahui proses pembentukan awan hujan ini secara rinci, beserta bentuk dan fungsinya, dengan menggunakan peralatan mutakhir seperti pesawat terbang, satelit, komputer, dsb. Sungguh jelas bahwa Allah telah memberitahu kita suatu informasi yang tak mungkin dapat diketahui 1400 tahun yang lalu.
Informasi Mengenai Peristiwa Masa Depan dalam Al Qur'an
Sisi keajaiban lain dari Al Qur'an adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat itu dikuasai kaum penyembah berhala:
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (Al Qur'an, 48:27)
Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah.
Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur'an. Ini juga merupakan bukti akan kenyataan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas. Kekalahan Bizantium merupakan salah satu berita tentang peristiwa masa depan, yang juga disertai informasi lain yang tak mungkin dapat diketahui oleh masyarakat di zaman itu. Yang paling menarik tentang peristiwa bersejarah ini, yang akan diulas lebih dalam dalam halaman-halaman berikutnya, adalah bahwa pasukan Romawi dikalahkan di wilayah terendah di muka bumi. Ini menarik sebab "titik terendah" disebut secara khusus dalam ayat yang memuat kisah ini. Dengan teknologi yang ada pada masa itu, sungguh mustahil untuk dapat melakukan pengukuran serta penentuan titik terendah pada permukaan bumi. Ini adalah berita dari Allah yang diturunkan untuk umat manusia, Dialah Yang Maha Mengetahui.(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (Al Qur'an, 48:27)
Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah.
Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur'an. Ini juga merupakan bukti akan kenyataan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas. Kekalahan Bizantium merupakan salah satu berita tentang peristiwa masa depan, yang juga disertai informasi lain yang tak mungkin dapat diketahui oleh masyarakat di zaman itu. Yang paling menarik tentang peristiwa bersejarah ini, yang akan diulas lebih dalam dalam halaman-halaman berikutnya, adalah bahwa pasukan Romawi dikalahkan di wilayah terendah di muka bumi. Ini menarik sebab "titik terendah" disebut secara khusus dalam ayat yang memuat kisah ini. Dengan teknologi yang ada pada masa itu, sungguh mustahil untuk dapat melakukan pengukuran serta penentuan titik terendah pada permukaan bumi. Ini adalah berita dari Allah yang diturunkan untuk umat manusia, Dialah Yang Maha Mengetahui.(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Lautan yang Tidak Bercampur Satu Sama Lain
Salah satu di antara sekian sifat lautan yang baru-baru ini ditemukan adalah berkaitan dengan ayat Al Qur’an sebagai berikut:
"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an, 55:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.)
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an.(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tak dapat dilampaui oleh masing-masing." (Al Qur'an, 55:19-20)
Sifat lautan yang saling bertemu, akan tetapi tidak bercampur satu sama lain ini telah ditemukan oleh para ahli kelautan baru-baru ini. Dikarenakan gaya fisika yang dinamakan "tegangan permukaan", air dari laut-laut yang saling bersebelahan tidak menyatu. Akibat adanya perbedaan masa jenis, tegangan permukaan mencegah lautan dari bercampur satu sama lain, seolah terdapat dinding tipis yang memisahkan mereka. (Davis, Richard A., Jr. 1972, Principles of Oceanography, Don Mills, Ontario, Addison-Wesley Publishing, s. 92-93.)
Sisi menarik dari hal ini adalah bahwa pada masa ketika manusia tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai fisika, tegangan permukaan, ataupun ilmu kelautan, hal ini dinyatakan dalam Al Qur’an.(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Fungsi Gunung
Al Qur’an mengarahkan perhatian kita pada fungsi geologis penting dari gunung.
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)
Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai "pasak":
"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?" (Al Qur'an, 78:6-7)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah "isostasi". Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster's New Twentieth Century Dictionary, 2. edition "Isostasy", New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung dalam ciptaan Allah.
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)
(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)
Sebagaimana terlihat, dinyatakan dalam ayat tersebut bahwa gunung-gunung berfungsi mencegah goncangan di permukaan bumi.
Kenyataan ini tidaklah diketahui oleh siapapun di masa ketika Al Qur’an diturunkan. Nyatanya, hal ini baru saja terungkap sebagai hasil penemuan geologi modern.
Menurut penemuan ini, gunung-gunung muncul sebagai hasil pergerakan dan tumbukan dari lempengan-lempengan raksasa yang membentuk kerak bumi. Ketika dua lempengan bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dalam tulisan ilmiah, struktur gunung digambarkan sebagai berikut:
Pada bagian benua yang lebih tebal, seperti pada jajaran pegunungan, kerak bumi akan terbenam lebih dalam ke dalam lapisan magma. (General Science, Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 305)
Dalam sebuah ayat, peran gunung seperti ini diungkapkan melalui sebuah perumpamaan sebagai "pasak":
"Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?" (Al Qur'an, 78:6-7)
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini, mereka memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas lapisan magma atau di antara lempengan-lempengannya. Singkatnya, kita dapat menyamakan gunung dengan paku yang menjadikan lembaran-lembaran kayu tetap menyatu.
Fungsi pemancangan dari gunung dijelaskan dalam tulisan ilmiah dengan istilah "isostasi". Isostasi bermakna sebagai berikut:
Isostasi: kesetimbangan dalam kerak bumi yang terjaga oleh aliran materi bebatuan di bawah permukaan akibat tekanan gravitasi. (Webster's New Twentieth Century Dictionary, 2. edition "Isostasy", New York, s. 975)
Peran penting gunung yang ditemukan oleh ilmu geologi modern dan penelitian gempa, telah dinyatakan dalam Al Qur’an berabad-abad lampau sebagai suatu bukti Hikmah Maha Agung dalam ciptaan Allah.
"Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka..." (Al Qur'an, 21:31)
(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Langit yang Mengembalikan
Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur'an, mengacu pada fungsi "mengembalikan" yang dimiliki langit.
"Demi langit yang mengandung hujan." (Al Qur'an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
"Demi langit yang mengandung hujan." (Al Qur'an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.(Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Bentuk Bulat Planet Bumi
"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam..." (Al Qur'an, 39:5)
Dalam Al Qur'an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir".
Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya. (Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Dalam Al Qur'an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir".
Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya. (Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Pemisahan Langit dan Bumi
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)............
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)............
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20
Penciptaan Alam Semesta
Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:
"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal.
Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. (Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal.
Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan. (Oleh:HARUN YAHYA (Adnan Oktar)
Subscribe to:
Posts (Atom)